Oleh Letkol (Purn) Firdaus
DALAM dinamika kehidupan modern yang serba cepat dan penuh dengan tuntutan, sering kali manusia merasa terjerat dalam pusaran keinginan yang tidak pernah terpuaskan. Hal ini menjadi tema utama dalam sebuah refleksi mendalam yang menyoroti pentingnya mengendalikan keinginan untuk mencapai kedamaian batin.
Keinginan adalah sumber penderitaan. Pandangan ini tercermin dalam pemikiran yang mempertanyakan sejauh mana keinginan yang tidak terbatas dapat membawa kebahagiaan yang sejati. “Ketika keinginan tidak terwujud, itu dapat menyebabkan penderitaan dan merana”.
Refleksi ini juga mengutip teori Sigmund Freud tentang hierarki tujuh kebutuhan dasar manusia, yang menunjukkan bahwa keinginan manusia cenderung tidak ada habisnya. Dalam konteks ini, pentingnya seni mengendalikan keinginan menjadi semakin relevan.
“Kita harus belajar ‘KOSONG’,” Ini menunjukkan bahwa kunci untuk mencapai kedamaian batin adalah dengan membatasi keinginan pada hal-hal pokok dalam hidup. Ini bukanlah tentang meniadakan keinginan sepenuhnya, tetapi tentang menjaga keseimbangan dan menghindari ketidakpuasan yang berlebihan.
Pesan utama dari refleksi ini adalah untuk menjadi jiwa yang pandai bersyukur, mampu merasakan kebahagiaan dalam segala keadaan. “Jangan menjadi budak hawa nafsu keinginan, tetapi jadilah jiwa yang mampu mengendalikan diri dan bersyukur atas apa yang sudah dimiliki.”
Artikel ini tidak hanya menawarkan introspeksi pribadi yang mendalam, tetapi juga menjadi panduan praktis bagi mereka yang ingin menemukan keseimbangan hidup dan mencapai kedamaian batin. Dengan menghargai hal-hal sederhana dan menjaga irama kehidupan tetap seimbang, manusia dapat meraih kebahagiaan yang lebih tahan lama, melebihi sekadar memenuhi keinginan duniawi yang tanpa batas.**
