banner 728x250
OPINI  

Belajar dari Cina

Hendry Ch Bangun , Ketua Umum PWI
banner 120x600
banner 468x60

Catatan Hendry Ch Bangun, Ketua Umum PWI Pusat

Di dalam kehidupan internasional saat ini semua negara berusaha agar dapat eksis, diakui dan dihargai keberadaannya, juga peranannya.

banner 325x300

Eksistensi ini penting sebagai modal untuk pergaulan dalam hubungan yang rumit, sesuai dengan konteksnya.

Apabila keberadaan suatu negara diakui, maka negara itu akan mudah berkomunikasi dan berhubungan negara manapun.

Sebagai negara dengan politik bebas aktif sejak lahirnya, kedudukan Indonesia relative bebas, dapat bergaul dengan negara Barat, mudah menjalin hubungan dengan (dulu) negara-negara komunis, negara maju maupun negara berkembang, dan dapat menjadi jembatan bagi semua.

Insiatif Kongres Asia Afrika yang diadakan di Bandung pada tahun 1955 membuktikan keakraban Indonesia dengan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.

Pimpinan negara penting dari Republik Rakyat Cina, India, Mesir, Nigeria, Korea Utara, hadir untuk menyuarakan aspirasi sebagai negara yang sebelumnya pernah dijajah oleh negara Barat.

Kedudukan itu masih dipertahankan sampai saat ini, Indonesia berteman dengan semua negara.

Sebagai salah satu inisiator Gerakan Non Blok, Indonesia tidak canggung untuk bersahabat dengan negara yang dikucilkan, seperti Korea Utara dan Kuba, walau di sisi lain berteman baik pula dengan Amerika Serikat atau negara Eropa.

Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, ketika banyak negara menganggap RR Cina sebagai raksasa yang sedang bangkit dan menjadi ancaman, Indonesia terus menjalin kerja sama saling menguntungkan bagi kedua pihak.

Sangat tepat pendekatan pemerintah Presiden Joko Widodo bahwa berteman baik dengan RRC sama dengan bekerjasama baik pula dengan Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan negara maju lainnya.

Apalagi dalam banyak isyu seperti kemerdekaan Palestina, perdagangan internasional, sikap yang diambil Indonesia banyak kesamaan dengan sikap pemerintah RRC.

Saat ini RR Cina merupakan negara terkemuka dalam kemajuan ekonomi, teknologi, sehingga negara manapun patut belajar ke Beijing.

Pembangunan infrastruktur yang masif, perkembangan teknologi informasi, pencapain dalam penguasaan ruang angkasa, pengelolan pertanian dan agrikultur, adalah bidang yang dapat ditiru oleh Indonesia agar kekayaan alam dan sumber daya manusianya dapat dikelola dengan lebih maksimal, efisien, dan produktif.

Dominasi platform global yang telah mencengkram kehidupan pers nasional sehingga terpuruk secara ekonomi, membuat pelaku pers perlu mendapatkan pelajaran dari RR Cina yang mandiri dan berhasil membuat sistem yang kondusif secara sosial dan ekonomi. Dan khususnya kompatibel dengan kehidupan sosial dan budayanya.

Ketergantungan pada skema algoritma platform global akan membuat pers Indonesia semakin lama sulit tumbuh dan bahkan akan cenderung semakin mengecil intervensinya ke masyarakat.

Pepatah lama “belajarlah sampai ke negeri Cina” yang dulu banyak digaungkan oleh nenek moyang atau pendahulu kita, kini semakin relevan bagi Indonesia, melihat peran besar RR Cina dalam tata kehidupan internasional.

Kita belajar tentu tidak meninggalkan dan selalu mengingat jati diri bangsa Indonesia dan semua ilmu serta pelajaran yang diperoleh, tetap harus diadaptasikan dengan kepentingan nasional dan kebutuhan masyarakat Indonesia.

Tidak perlu maju untuk belajar karena ilmu yang ada dimanapun, dikuasai oleh siapapun, relevan untuk dipelajari.

RR Cina selama ini tidak pernah pelit menularkan pencapaian dan kemajuan yang diperolehnya jadi sebagai sahabat, sehingga seluruh sektor masyarakat dan bangsa boleh memanfaatkannya sesuai dengan kepentingan sektornya.

Termasuk dalam hal ini, masyarakat pers Indonesia. ***

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *