banner 728x250

Mitigasi Menghadapi Perubahan Cuaca Ekstrem El Nino dan La Nina

Ilustrasi Dampak Cuaca Ekstrim/ft: doc.bpbd lebak
banner 120x600
banner 468x60

Jakarta, Sumateradaily.com- Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena El Niño dan La Niña telah mempengaruhi kehidupan masyarakat sehari-hari, terutama di sektor pertanian dan pasokan air.

Masyarakat perlu meningkatkan kesiapsiagaan dan mengelola sumber daya dengan bijak untuk menghadapi perubahan cuaca ekstrem akibat El Niño dan La Niña.

banner 325x300

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah kata El Nino dan La Lina beredar luas di ruang publik.

Kedua fenomena iklim yang tidak terelakan tersebut sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat sehari-hari. Lantaran keduanya bisa berdampak pada pertanian, pasokan air, dan menyebabkan kebakaran hutan.

Kekeringan yang berkepanjangan dapat pula mengancam ketahanan pangan karena gagal panen.

Selain itu, risiko kebakaran hutan dan lahan gambut meningkat, yang berdampak pada kualitas udara dan kesehatan masyarakat.

Beda El Niño dan La Nina

El Nino merupakan anomali (pemanasan) suhu permukaan laut (SST) yang berpusat di Samudra Pasifik di bagian tengah dan timur atau sebelah barat Ekuador dan Peru, yang terjadi setiap dua hingga tujuh tahun sekali.
Fenomena ini menyebabkan perubahan pola angin yang memicu penurunan curah hujan di banyak wilayah di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

El Nino biasanya berlangsung selama beberapa bulan, tetapi efeknya bisa dirasakan selama setahun atau lebih.

Lawan dari El Nino adalah La Nina, yang membuat curah hujan makin basah. Fenomena ini ditandai oleh pendinginan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur.

Seperti El Nino, La Nina juga terjadi setiap dua hingga tujuh tahun sekali dan bisa berlangsung beberapa bulan hingga lebih dari setahun.

La Nina sering kali terjadi setelah periode El Nino, tetapi tidak selalu demikian.

La Nina membawa curah hujan yang lebih tinggi dari biasanya. Ini dapat mengakibatkan banjir, tanah longsor, dan kerusakan infrastruktur.
Peningkatan curah hujan yang ekstrem juga dapat menyebabkan kerugian besar pada sektor pertanian, dengan tanaman yang rusak akibat banjir atau tanah longsor.

Di sisi lain, pasokan air biasanya lebih melimpah selama periode La Nina.

Cuaca dikategorikan sebagai El Nino dan La Nina jika wilayah Pasifik itu masing-masing lebih panas dan lebih dingin dari normalnya (masing-masing di atas 0,5 derajat Celsius dan di bawah -0,5 derajat). Keduanya sama-sama bagian dari El Nino-Southern Oscillation (ENSO).

Merujuk laporan BMKG Mei lalu merupakan akhir musim hujan alias mulai datangnya musim kemarau. Pada saat yang sama, fenomena El Nino makin memudar dan bahkan berpotensi jadi netral.

“Prediksi musim kemarau 2024 pada 699 ZOM (Zona Musim) di Indonesia menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah diprediksi mengalami awal musim kemarau 2024 pada bulan Mei hingga Agustus 2024, yaitu sebanyak 445 ZOM (63,66 persen),” demikian penjelasan di situs resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang disimak www.indonesia.go.id.

Awal musim kemarau ditetapkan berdasarkan jumlah curah hujan dalam satu dasarian (10 hari) kurang dari 50 milimeter dan diikuti oleh dua dasarian berikutnya.

Namun, dalam rilis tertulis pada Selasa (2/7/2024) dan Rabu (3/7/2024), BMKG menyampaikan peringatan dini cuaca ekstrem yang berpotensi melanda beberapa wilayah Indonesia.

Terbukti kemudian, terjadinya hujan lebat di sejumlah daerah di pertama Juli 2024, masa yang seharusnya masuk musim kemarau.

Dampak Peralihan Cuaca

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut dampak fenomena peralihan cuaca dari El Nino ke La Nina mulai dirasakan oleh masyarakat di sejumlah daerah pada sisi utara ekuator Indonesia. Hujan disertai angin melanda wilayah tersebut.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, dampak peralihan cuaca ke La Nina memicu peningkatan hujan hingga bisa menimbulkan bencana hidrometeolorogi basah seperti banjir bandang, angin puting beliung, dan tanah longsor.

Menurut BNPB, dampak peralihan cuaca tersebut mulai melanda sejumlah daerah di utara ekuator seperti Sumatra Utara, Maluku Utara, dan Sulawesi Tengah, khususnya sepanjang dasarian III Juni 2024.

“Setelah angin puting beliung melanda Deli Serdang. Beberapa hari lalu banjir melanda Bolaang Mongondow, Gorontalo, dan daerah lainnya di Sulawesi Tengah yang lebih dari 3.233 jiwa terdampak saat Indonesia umumnya sedang musim kemarau,” kata Abdul dalam siaran daring yang diikuti di Jakarta, Senin (1/7/2024), dikutip dari Antara.

Terjadinya bencana banjir karena La Nina semakin memperkuat keberadaan fenomena atmosfer Madden Julian Osciliation (MJO) yang bergerak dari barat ke timur Indonesia dalam pembentukan awan penghujan di sisi utara ekuator Indonesia.

Mitigasi Dampak Buruk (Mengurangi dampak Resiko)

Masyarakat perlu memahami dan mempersiapkan diri menghadapi dampak dari kedua fenomena ini. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil:

1. Edukasi dan Informasi

Masyarakat harus terus mendapatkan informasi terkini tentang perkembangan El Nino dan La Nina dari sumber-sumber terpercaya seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

2. Manajemen Air

Selama periode El Nino, penting untuk menghemat air dan mencari sumber air alternatif untuk mengatasi kekeringan. Pemerintah dan masyarakat harus berkolaborasi dalam membangun infrastruktur penampungan air dan sistem irigasi yang efisien.

Selama La Nina, perlu memastikan sistem drainase yang baik untuk menghindari banjir dan mengelola penggunaan air secara bijak.

3. Pertanian

Petani harus merencanakan musim tanam dengan mempertimbangkan prediksi cuaca. Menggunakan varietas tanaman yang tahan kekeringan atau banjir dapat membantu mengurangi risiko kerugian.

Diversifikasi tanaman juga bisa menjadi strategi untuk mengurangi risiko gagal panen.

4. Kesiapsiagaan Bencana

Masyarakat perlu meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana seperti banjir dan tanah longsor selama La Nina, serta kebakaran hutan selama El Nino. Ini termasuk membuat rencana evakuasi dan menyiapkan perlengkapan darurat.

5. Kebijakan dan Infrastruktur

Pemerintah harus memperkuat kebijakan dan infrastruktur untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Ini termasuk pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, serta investasi dalam teknologi pengelolaan air dan sistem peringatan dini.***

sumber:dee waluyo/indonesia.go.id

 

dee waluyo

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *