banner 728x250

Inspirasi Dibalik Permainan Tradisional Tede Kulit Keong Anak NTT

Leksi Salukh
banner 120x600
banner 468x60

Oleh; Leksi Salukh (Alumni SJK II-PWI)

JAUH sebelum permainan  anak kecil   moderen di produksi  pabrik  muncul seperti  plastasyen  dan  game online, Anak- anak di Kecamatan Amanuban Tengah Kabupaten TTS  bermain  permainan tede kulit keong.

banner 325x300

Caranya  dua kulit keong di adu dua  orang anak yakni menabrakan 2 kulit keong  dan kalau salah satu picah  tanda kalah.

Dalam permainan itu kerap anak berjudi dengan taruhan karet gelang , atau gambar   bahkan  yang terbiasa melihat orang tua berjudi uang biasa taruhan uang dengan nominal kecil seperti   Rp 50 rupiah atau  Rp 100   di tahun 90-an. Selain uang atau  karet tangan atau gambar sesuai kesepakatan. Bukti menang dari kedua kulit keong  yang diadu salah  satu  picah.

“Kalau yang pecah  itu di  kategorikan kalah  sedangkan pemenang  yang tidak pecah.

Biasanya kalau kesepakatan untuk taruhan yang kalah membayar kepada pemenang  ataupun sebelum   kesepakatan  ada sanksi hukuman berupa phus up atau kuti jari bisa

“Kalau mereka main dan pecah kulit keongnya Itu di kategorikan kalah  dan wajib bayar  kepada yang kulit tidak pecah sebagai pemenang,” tutur  Warga Desa Bone Kecamatan Amanuban Tengah Herman Taneo.

Menurut Alumni Fisip Undana Kupang ini Permainan tradisional tersebut  berlangsung sampe tahun 1990-an  karena di atas tahun 2000-an sudah banyak permainan moderen seperti game of line dan online  yang mudah di jumpai.

Lebih lanjut pria lajang ini mengatakan  permain tede kulit keong  tergolong tradisional namun  memiliki nilai kebersamaan antar pemain cukup tinggi karena terjalin keakraban antar para pemain di bandingkan dengan game online  yang berjauhan.

” Bermain tede kulit keong sebelum bermain anak anak mencari kulit keong yang kuat. Karena ada dua  jenis kulit keong.  Yang kuat biasa terlihat secara kasat mata  bersih dan bening sedangkan  yang kotor dan terlihat berkapur   tidak kuat.” tuturnya.

Hal sama disampaikan  Warga Desa Pika Kecamatan Molo Tengah Yopi Tapenu.

Menurutnya   semasa kecil dirinya suka  bermain  karena seru.

“Ada kenikmatan tersendiri karena semakin mempererat kebersaamaan antar Pemain dan sehabis bermain yang kalah biasa menjadi buah bibir karena di ejek teman yang menang  sampai berminggu minggu,”kisahnya.

Selain seru ,  ex jurnalis itu mengaku unik karena untuk bermain mengikat keakraban  antar pemain meski tak berapa  lama  karena waktu  bermain singkat.

Namun bagi yang kalah  akan berusaha mencari kulit keong baru untuk bermain sampai mengalahkan yang sudah menjadi pemenang.

Namun baginya permainan tede kulit keong berlalu dengan hadir  permainan moderen di era tahun 2000a.” Mulai hadir permainan moderen sudah tidak terlihat lagi karena lebih di sukai anak anak,”Tutur ex wartawan yang terjun di dunia politik itu.***

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *