banner 728x250
OPINI  

Sekali Berarti!

banner 120x600
banner 468x60

Oleh Hendro Basuki

Di beberapa media hari ini, Rabu 11 Oktober 2023 tersiar berita yang sangat menyegarkan.

banner 325x300

“Seperti yang selalu saya katakan, saya hanya akan sekali saja jadi Ketua Umum PWI,” kata Hendry Ch Bangun saat memimpin rapat pengurus lengkap.

Saat membaca berita tersebut secara kebetulan saya lagi menikmati es teler.

Saya langsung komentar di WAGroup. ” Sekali berarti sesudah itu mandhita.”

Dan, kesegaran es tersebut tiba-tiba berlipat.

Kenapa kesegaran menjadi berlipat? Oleh sebab, dalam kurun waktu cukup lama wartawan anggota PWI dihantui oleh isu politik uang setiap kali kongres.

Ada yang melihat dengan mata kepala sendiri, ada yang melihat gejala, pura-pura tak tahu, tetapi ada yang memang sama sekali tidak tahu dan tidak mengalami sendiri.

Isu, gosip, atau fakta, Wallahu alam.

Alasan pemberi pun macam-macam. Ada yang memang sengaja untuk mengumpulkan suara, sebagai tanda terima kasih, ada yang benar-benar membantu transpor dari jauh ke pusat kongres.

Imbalan

Fenomena uang imbalan tersebut sudah lama disinyalir oleh para ahli.

Gerald Gaus (1996), Wojciech Sadurski (1985) Joseph Carens (1981) telah mengkategorikan imbalan dalam beberapa latar belakang.

Setidaknya, Gaus menyebut orang harus diganjar untuk aktivitas kerjanya dengan produk dari nilai kerjanya atau nilai darinya.

Sedangkan dalam pandangan Sadurski, orang harus diganjar menurut upaya yang dikeluarkan dalam membantu menghasilkan sesuatu produk sosial.

Sementara Carens menyatakan, orang harus diganjar menurut harga yang dengan sukarela mereka keluarkan untuk membantu menghasilkan produk sosial.

Sifat sukarela ini tentu sunah sifatnya.

Teori mereka bertiga kemudian dikritisi oleh David Miller (1999) dalam Justice and Global Inequality menolak konsep imbalan tersebut.

Miller lebih mempertimbangkan aspek moral.

Orang diberi imbalan itu tidak semata-mata pertimbangan ekonomi seperti disebut ketiga teoritikus sebelumnya.

Miller menganggap imbalan itu bukan konsekuensi moral karena baginya, satu-satunya ciri yang relevan secara moral pada semua distribusi ialah manfaat yang dihasilkannya.

Ilustrasi teori di atas sengaja saya kutip untuk menjelaskan fenomena politik imbalan yang disinyalir berlangsung setiap menjelang Kongres PWI.

Intinya adalah imbalan itu disebabkan oleh beberapa hal antara lain kategori upaya, kompensasi, atau pun kategori moral.

Dan, sebenarnya masih banyak teori imbalan yang lain, tetapi penulis merasa itu cukup untuk menggambarkan fenomena politik imbalan (baca:uang).

Fisika Sosial

Bagi penggemar fisika, fenemona sosial yang terjadi itu sebenarnya bisa diterangkan dengan ilmu fisika.

Ada satu aliran ilmu yang relatif baru yang disebut Social Physics, atau Fisika Sosial.

Seperti diterangkan ahlinya, Alex Pentland, setiap kali kita berkomunikasi ataupun bertransaksi, sebenarnya secara sadar atau tidak melakukan penghamburan data secara masif.

Nama, alamat, nomor rekening, nama bank, alamat email, berapa nilai transaksi, di mana kita berbelanja, semua berhamburan meski hanya transaksi dalam 2 menit.

Dalam kurun waktu tertentu, sejumlah besar data dan informasi dalam jumlah besar terkumpul.

Satu dua kalimat, bahkan tulisan panjang dalam group whatsapp berkumpul dan dipastikan terlihat polanya.

Misalnya, berapa kali kata perubahan muncul di group selama sebulan terakhir.

Begitu juga kata chashless, atau apel muncul merupakan big data yang bisa dibaca.

Nah, dalam konteks politik uang yang isunya cukup kuat menjelang kongres juga bisa dibaca dengan ilmu fisika sosial itu.

Prof Yohanes Surya secara apik menerangkan, peristiwa sosial bisa diterangkan secara fisika.

Jadi fisika itu bisa menerangkan berbagai peristiwa ekonomi atau sosial, karena ada kemiripan pergerakan.

Jadi peristiwa sosial, tetaplah peristiwa sosial dengan teori sendiri.

Tetapi teori fisika mampu memberikan pendekatan lain, yang bisa jadi lebih kuantitatif dan probabilistik.

Membentuk Moral

Nah, peristiwa politik uang tersebut jika terus menerus berlangsung membentuk moral lingkungan tempat kita hidup bersama.

Jika kita hidup bersama dalam kerja sosial profesional di PWI, maka secara sengaja kita membentuk moral itu.

Dalam jangka menengah panjang, bukan saja itu menganggu, tetapi merusak tubuh fisik dan postur PWI, merusak mental, merusak vitalitas organisasi, menggerus intelektualitas, juga menghayutkan spirituliatas.

Kecenderungan kekuasaan dua periode ternyata memunculkan gejala tersebut.

Seperti dalam kekuasaan politik, periode pertama mengembalikan jumlah imbalan dan memupuk pendanaan, periode kedua memupuk jaringan memperkuat akar kekuasaan untuk merapatkan barisan keluarga.

Maka, penulis merasakan kelegaan dan kesegaran luar biasa saat membaca pernyataan Ketua Umum PWI Hendry Ch Bangun (HCB) itu.

Pilihan sekali saja itu saya baca dengan kacamata agar berwarna.

Ketika HCB memutuskan maju lagi, saya suka karena, dia ingin merealisasi gagasan-gagasannya dalam mengelola PWI.

Dan, ketika dia akhirnya menang lalu memilih sekali saja, maka HCB akan meluapkan semua gagasan besarnya dan harus tuntas dalam satu periode kepemimpinan.

Pandangan ini sekaligus menyingkirkan pandangan bahwa peristiwa kongres semata-mata soal revans.

Dengan tidak memiliki ambisi dua periode, maka perilaku leadershipnya penulis yakini tidak menggunakan pendekatan populis.

HCB akan menggunakan ketegasan sebagai landasan kepemimpinan.

Itu bisa penulis baca dari pernyataan yang meminta semua pengurus di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten untuk patuh terhadap semua peraturan yang berlaku di tubuh PWI.

Lebih dari itu, sebagai warga PWI penulis memintanya untuk menyiapkan landasan organisasi modern di tubuh PWI.

Termasuk tentu saja memangkas habis budaya politik uang yang disinyalir menggejala.

Bila perlu ditegaskan dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) bahwa mereka yang terbukti menggunakan uang dalam kerangka memenangkan kompetisi maka harus dijatuhi sanksi.

Juga, bilamana perlu secara tegas dinyatakan, satu kali periode cukup.

Ini penting sebagai bentuk implementasi bahwa PWI juga memiliki tradisi pengkaderan secara baik.

Maka, peluang HCB untuk meletakkan dasar-dasar organisasi modern cukup kuat.

Sekali berarti, sesudah itu dihargai.

Bravo PWI

(Penulis adalah anggota PWI)

banner 325x300