banner 728x250
OPINI  

Hentikan PT. SAS : Lindungi Air Bersih dan Tata Ruang Kota Jambi

Dr. Noviardi Ferzi, dan Akademisi

Oleh : Dr. Noviardi Ferzi (*)

POLEMIK operasional Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) dan stockpile batubara milik PT. SAS yang berdekatan dengan Intake PDAM Tirta Mayang merupakan masalah krusial yang menuntut perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat Kota Jambi.

banner 325x300

Sengketa ini bukan sekadar konflik kepentingan biasa, melainkan sebuah pertarungan mendasar antara kepentingan ekonomi korporasi dan hak dasar masyarakat atas air bersih, sebuah isu yang telah diperjuangkan secara universal.

Pembangunan intake air bersih pada tahun 2017 yang didukung oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) kementerian senilai Rp18 miliar dan APBD Kota Jambi seharusnya menjadi prioritas utama yang dilindungi.

Namun, keberadaan fasilitas PT. SAS yang telah berizin sejak 2013-2015 di lokasi yang sama menimbulkan dilema yang seharusnya tidak terjadi, menandakan adanya kelalaian dalam proses perencanaan dan pengawasan.

Pelanggaran tata ruang yang dilakukan oleh PT. SAS menjadi inti dari permasalahan ini.

Perizinan yang diberikan kepada perusahaan tersebut patut dipertanyakan dari awal, mengingat lokasi operasionalnya secara konsisten ditetapkan sebagai zona pertanian dalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Jambi, baik yang lama (2013) maupun yang baru (2024). Keberadaan pelabuhan dan stockpile batubara secara nyata bertentangan dengan peruntukan lahan tersebut. Hasil overlay GISTARU ATR/BPN semakin memperkuat argumen ini, menunjukkan bahwa sebagian besar dari area seluas 40-50 hektar tersebut merupakan kawasan lindung dan ketahanan pangan.

Kondisi ini mencerminkan kegagalan pemerintah dalam menegakkan aturan tata ruang, yang menurut F.J. van der Knaap dalam bukunya Urban Management in Indonesia, kerap terjadi akibat lemahnya koordinasi antar-instansi dan tekanan dari sektor swasta.

Pelanggaran semacam ini tidak hanya merusak lanskap fisik, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap integritas pemerintah dalam menjalankan tugasnya.

Ancaman serius terhadap ketersediaan air bersih bagi warga Jambi menjadi konsekuensi langsung dari pelanggaran tata ruang ini.

Kedekatan stockpile dan aktivitas bongkar muat batubara dengan intake PDAM adalah bom waktu bagi lingkungan. Partikel halus batubara (coal dust) yang mudah terbawa angin dan limbah dari tumpukan batubara berpotensi besar mencemari air Sungai Batanghari.

Penelitian oleh M.L. Davis dan D.A. Cornwell dalam Introduction to Environmental Engineering menunjukkan bahwa zat padat tersuspensi dan logam berat dari limbah batubara dapat menurunkan kualitas air secara signifikan, membuatnya tidak layak konsumsi.

Jika pencemaran ini terjadi, pasokan air bersih bagi masyarakat Kota Jambi akan terancam, menimbulkan risiko kesehatan yang serius seperti gangguan pernapasan dan penyakit kulit, sebagaimana dijelaskan dalam artikel jurnal Environmental Health Perspectives (2018) oleh R.L. Ricks. Pemerintah seharusnya menempatkan perlindungan hak dasar masyarakat atas air bersih di atas segalanya, sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Mencari solusi atas permasalahan ini mengharuskan kita untuk menyoroti pertanggungjawaban yang jelas. Meskipun intake PDAM dibangun belakangan (2017), tanggung jawab atas pemindahan fasilitas seharusnya berada pada PT. SAS. Mengapa? Karena perizinan mereka terbit di lokasi yang secara tata ruang tidak sesuai sejak awal.

Hal ini menunjukkan bahwa PT. SAS gagal melakukan uji tuntas yang memadai sebelum memulai operasionalnya, sebuah kewajiban etis dan legal bagi setiap korporasi.

Teori tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) yang diuraikan oleh K. Davis dalam artikelnya di California Management Review (1973) menegaskan bahwa perusahaan memiliki kewajiban untuk bertindak demi kepentingan masyarakat, bukan hanya demi keuntungan.

Dengan demikian, pertanyaan mengenai siapa yang seharusnya menanggung biaya pemindahan seharusnya dijawab oleh PT. SAS, bukan dibebankan kepada pemerintah atau masyarakat yang tidak bersalah.

Wacana pemindahan pelabuhan PT. SAS ke lokasi lain, meski terdengar sebagai solusi kompromi, memerlukan kajian yang sangat mendalam dan kritis.

Studi oleh L. C. F. van der Wielen dalam Journal of Urban Planning and Development (2020) menegaskan bahwa relokasi infrastruktur besar harus mempertimbangkan dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi secara komprehensif, termasuk ketersediaan jalur transportasi khusus yang tidak mengganggu aktivitas publik dan kesesuaian tata ruang di lokasi baru.

Penting untuk memastikan lokasi baru tidak mengganggu kawasan sensitif lainnya, seperti situs percandian Muara Jambi. Namun, dengan bukti pelanggaran tata ruang yang begitu gamblang, solusi yang paling logis dan tegas adalah menghentikan operasi PT. SAS secara permanen di lokasi tersebut.

Kebijakan ini akan mengirimkan pesan kuat bahwa pemerintah Kota Jambi serius dalam menegakkan aturan, serta memprioritaskan keselamatan dan kesejahteraan warganya di atas kepentingan bisnis semata, sesuai dengan prinsip good governance yang ditegaskan oleh World Bank dalam laporan-laporan mereka tentang pembangunan.

Kesimpulannya, demi melindungi hak fundamental masyarakat Kota Jambi atas air bersih dan demi menegakkan aturan tata ruang yang berlaku, sudah saatnya pemerintah mengambil langkah berani dan tidak kompromi.

Menghentikan operasi PT. SAS di lokasi yang melanggar tata ruang adalah tindakan yang tidak hanya benar secara hukum, tetapi juga secara moral.

Pemerintah harus memaksa PT. SAS untuk bertanggung jawab penuh atas segala kerugian yang ditimbulkan dan membiayai pemindahan fasilitasnya.

Masa depan lingkungan dan ketersediaan air bersih Kota Jambi terlalu berharga untuk dikorbankan demi kepentingan segelintir pihak.

Karena walau bagaimanapun, perlindungan lingkungan dan pemenuhan hak dasar masyarakat harus menjadi landasan utama setiap kebijakan publik.

* Pemerhati Sosial

Daftar Pustaka
Davis, K. (1973). “The Case For and Against Business Assumption of Social Responsibilities.” California Management Review, 16(2), 24-31.
Davis, M. L., & Cornwell, D. A. (2013). Introduction to Environmental Engineering (5th ed.). McGraw-Hill Education.
Knaap, F.J. van der. (2001). Urban Management in Indonesia: The Case of Regional Autonomy. Pustaka Pelajar.
Ricks, R. L., et al. (2018). “Health Impacts of Coal Dust Exposure.” Environmental Health Perspectives, 126(10), 107001.
UNDP. (2015). “Sustainable Development Goals Report.” UNDP Publications.
United Nations. (1992). Rio Declaration on Environment and Development.
Wielen, L. C. F. van der. (2020). “Relocation and Urban Planning: A Critical Review of Large-Scale Infrastructure Projects.” Journal of Urban Planning and Development, 146(4), 04020038.
World Bank. (1992). “Governance and Development.” World Bank Publications.
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140.

banner 325x300
banner 325x300