SUMATERADAILY.COM – upaya mendorong pemahaman mendalam tentang fasilitas perdagangan bebas bagi seluruh jajarannya, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Aceh menggelar kegiatan Peningkatan Kompetensi (PROKSI) bertajuk Pengenalan Fasilitas Perdagangan Bebas (Free Trade Agreement/FTA) secara daring pada Rabu pagi (23/7).
Kegiatan yang diikuti oleh seluruh pejabat dan pegawai Kanwil DJBC Aceh ini menghadirkan narasumber Leni Rahmasari, Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai, yang menjabarkan berbagai aspek penting dari skema FTA, mulai dari dasar hukum perjanjian internasional, manfaat perdagangan bebas, hingga prosedur pemanfaatan tarif preferensi.
FTA sendiri merupakan bentuk integrasi perdagangan di mana negara anggota sepakat memberikan akses preferensi berupa eliminasi atau penurunan tarif, dan bermaksud untuk mengurangi hambatan lain dalam perdagangan.
Tak hanya itu, FTA juga melingkupi kerja sama dalam bidang perdagangan jasa dan investasi.
Lingkup kerja sama ini mencakup komitmen untuk memfasilitasi perdagangan dan harmonisasi ketentuan dalam beberapa area yang disepakati, dengan pendekatan yang biasanya menggunakan negative list (daftar produk yang tidak diberikan akses preferensi). Beberapa contoh FTA yang telah dijalankan oleh Indonesia antara lain ATIGA, ACFTA, AKFTA, AIFTA, AANZFTA, dan AHKFTA.
“FTA merupakan salah satu instrumen penting dalam meningkatkan daya saing ekspor nasional dan membuka peluang penetrasi pasar global bagi produk dalam negeri,” ungkap Leni dalam paparannya.
Ia juga menekankan pentingnya memahami Rules of Origin (ROO) sebagai syarat mutlak untuk mendapatkan tarif preferensi dalam skema FTA.
Tarif preferensi hanya dikenakan terhadap barang originating dari negara anggota pengekspor yang memenuhi syarat dikenakannya tarif preferensi.
Suatu barang dikatakan originating atau berasal dari suatu negara pengekspor apabila memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin).
Adapun kriteria yang wajib dipenuhi dalam ROO meliputi tiga hal penting, yaitu: Origin Criteria (Kriteria Asal Barang) – menunjukkan dari mana bahan baku berasal dan bagaimana proses produksinya.
Consignment Criteria (Kriteria Pengiriman) – mengatur ketentuan jalur dan pengiriman barang. Procedural Provisions (Ketentuan Prosedural) – mencakup dokumen dan tata cara administrasi pembuktian asal barang, seperti Surat Keterangan Asal (SKA) atau e-COO.
ROO preferensial sendiri merupakan segala bentuk perundang-undangan, peraturan, dan ketentuan administratif lainnya yang diterapkan oleh masing-masing negara anggota dalam menentukan apakah suatu barang memenuhi syarat untuk mendapatkan tarif preferensi.
Ketentuan ini didasarkan pada sistem perdagangan kontrak atau otonom yang mengarah pada pemberian tarif preferensi, di luar penerapan ketentuan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 Pasal I ayat 1.
Materi yang dibahas juga mencakup ragam bentuk perjanjian dagang seperti PTA, FTA, CEPA/CECA, dan Customs Union, serta manfaat penggunaan Surat Keterangan Asal Elektronik (e-COO) yang dinilai lebih efisien dan akurat dibandingkan versi cetak.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program berkelanjutan Kanwil Bea Cukai Aceh untuk meningkatkan kualitas SDM melalui internalisasi pengetahuan teknis dan regulasi perdagangan internasional, sejalan dengan peran Bea Cukai sebagai fasilitator perdagangan dan industrial assistance.
Dengan antusiasme peserta yang tinggi, PROKSI kali ini diharapkan mampu memperkuat kapabilitas pegawai Bea Cukai Aceh dalam mengimplementasikan kebijakan dan pelayanan kepabeanan secara lebih optimal, khususnya dalam mendukung ekspor berbasis FTA.***
ameh/