banner 728x250 ------- banner 728x250

Kesepakatan Jakarta dan SK SC-OC Kongres Diakui Sah Secara Hukum, Jadi Dasar Rekonsiliasi PWI

banner 120x600
banner 468x60

Sumateradaily.com Jakarta, – Pemerhati tata kelola organisasi dan mediator hukum, Hendra J. Kede, berpendapat bahwa Kesepakatan Jakarta dan Surat Keputusan (SK) pembentukan Steering Committee (SC) dan Organizing Committee (OC) Kongres Persatuan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) memiliki kedudukan hukum yang sah, mengikat, dan berlaku sebagai norma khusus yang mengesampingkan aturan umum organisasi. Dokumen ini dinilai menjadi langkah penting dalam menyatukan dua kepengurusan PWI yang terbelah sejak 2024.

“Secara yuridis, Kesepakatan Jakarta adalah perjanjian dua pihak yang sah. Dokumen ini berlaku sebagai lex specialis, atau norma hukum khusus yang mengesampingkan aturan umum seperti PD/PRT PWI,” kata Hendra J. Kede kepada wartawan, Senin (16/6).

banner 325x300

Hendra mengurai bahwa sejak Kongres Luar Biasa (KLB) PWI digelar oleh sebagian pengurus pada Agustus 2024, telah terjadi dualisme kepemimpinan. Di satu sisi, ada kepengurusan PWI hasil Kongres XXV Bandung 2023 yang dipimpin Hendry Ch Bangun dan Sekjen Iqbal Irsyad. Di sisi lain, ada kubu hasil KLB 2024 yang dipimpin Zulmansyah Sekedang dengan Sekjen Wina Armada.

Kondisi ini menimbulkan saling klaim keabsahan. Kedua belah pihak memiliki tafsir hukum masing-masing, mulai dari perdebatan soal SK AHU, putusan pengadilan, hingga proses hukum di kepolisian. Namun, pada 16 Mei 2025 lalu, kedua belah pihak menandatangani Kesepakatan Jakarta sebagai jalan tengah. Kesepakatan itu dimediasi oleh Anggota Dewan Pers, Dahlan Dahi.

Kesepakatan Jakarta menjadi dasar pelaksanaan Kongres Persatuan yang rencananya digelar paling lambat akhir Agustus 2025 di Jakarta. Pada 11 Juni 2025, susunan SC dan OC disepakati dan ditetapkan secara adil—diambil dari kedua kepengurusan, serta melibatkan satu unsur netral dari Dewan Pers.

“SK penetapan panitia dibuat di atas kop resmi PWI Pusat, ditandatangani oleh Hendry Ch Bangun dan Zulmansyah Sekedang selaku Ketua Umum, serta Iqbal Irsyad dan Wina Armada sebagai Sekjen. Ini mengandung nilai hukum bahwa masing-masing pihak mengakui eksistensi satu sama lain secara implisit,” jelas Hendra yang juga merupakan Ketua Dewas Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Catur Bhakti

Ia menambahkan, bentuk pengakuan timbal balik itu sejalan dengan prinsip mutual recognition. Artinya, dengan menandatangani dokumen bersama, kedua belah pihak secara sadar mengakui legalitas dan kewenangan masing-masing sebagai bagian dari PWI.

“Kalau salah satu pihak sekarang mencoba mengingkari kesepakatan ini, itu bisa dikategorikan sebagai wanprestasi. Bahkan bisa jadi gugatan perdata jika ada pihak yang merasa dirugikan,” tegas Hendra yang saat ini masih menjadi anggota PWI aktif.

Secara prinsip, lanjutnya, Kesepakatan Jakarta dan SK SC-OC mengikat secara hukum dan tidak bisa dibatalkan secara sepihak. Setiap penolakan atau pembatalan harus melalui mekanisme formal yang disepakati bersama.

“Perjanjian itu mengikat laksana undang-undang bagi kedua belah pihak. Karena itu, saya menyerukan agar semua elemen di PWI fokus mensukseskan Kongres Persatuan, bukan malah kembali pada narasi saling klaim,” ujarnya.

Hendra mengingatkan bahwa terus-menerus mempertanyakan keabsahan pihak lain setelah adanya kesepakatan justru akan memperburuk citra PWI di mata publik.

“Ini saatnya PWI bersatu. Jangan kita korbankan organisasi ini hanya karena ego. Kesepakatan Jakarta adalah jalan keluar. Mari kita sukseskan Kongres Persatuan dengan semangat rekonsiliasi,” tutup Hendra.(***)

banner 325x300
banner 325x300