Oleh : Dr.Arfa’i.SH.MH.
1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila, walaupun tanggal 1 Juni 1945 belumlah finalisasi nama dan isi Pancasila, namun oleh karena istilah Pancasila diutarakan oleh Ir.Soekarno sebagai usulannya untuk dasar negara Republik Indonesia.
Oleh sebab itu setiap 1 Juni diperingati hari lahir Pancasila.
Konteks memperingati adalah hal yang baik untuk meresapi Kembali Pancasila sebagai Bintang pemandu kehidupan berbangsa dan bernegara, baik itu sebagai ideologi, dasar negara maupun sebagai pedoman hidup bangsa.
Hal ini didasari juga bahwa maju mundurnya suatu negara sangat tergantung pada beberapa hal.
Pertama ideologi yang dianutnya, kedua sumber daya manusia yang ada dalam pemerintahan dan rakyat, ketiga sumber daya alam yang dimiliki oleh negara.
Ketiga hal tersebut saling keterkaitan satu sama lain yang diikat oleh Ideologi Pancasila sebagai pemandu dalam kehidupan bernegara.
Adapun hal yang pertama yaitu ideologi bangsa adalah hal yang paling penting dan sangat diperlukan guna menunjang terlaksananya hal-hal yang lain.
Suatu negara yang memiliki SDM yang tinggi dan SDA yang banyak tidak akan bisa maju jika ideologi bangsanya tidak ditaati oleh rakyatnya.
Sebaliknya jika ideologi bangsa yang baik tanpa diiringi dengan SDM dan SDA yang tinggi juga tidak bisa maju dengan baik pula.
Artinya disini bahwa suatu negara sangat tergantung pada ketiga hal tersebut terutama sekali ideologi yang dianutnya, kalau di Indonesia adalah Ideologi Pancasila.
Setiap negara di dunia menyadari begitu pentingnya ideologi sehingga tidak ada negara di dunia yang tidak mempunyai ideologi, termasuklah Negara Republik Indonesia.
Negara Indonesia sudah dikenal dunia dengan ideologi yang mempunyai karakteristik sendiri yaitu sebuah ideologi secara causa materialis yang lahir dari unsur-unsur yang sudah hidup dalam masyarakat Indonesia itu sendiri (adat-istiadat, agama dan kebudayaan) yaitu dinamakan ideologi Pancasila.
Unsur-unsur sebagai bahan materil dari lahirnya pancasila merupakan nilai-nilai yang baik sehingga patut ditaati oleh seluruh bangsa Indonesia serta dapat mengikuti segala perkembangan zaman, maka ideologi pancasila dikatakan sebagai ideologi terbuka (Kaelan : 2004).
Paradigma terhadap Ideologi Pancasila
Hari lahir Pancasila ini adalah salah satu momen untuk menata dan meluruskan paradigma terkait ideologi Pancasila.
Lahirnya ideologi Pancasila dari unsur-unsur yang sudah ada pada bangsa Indonesia dalam implementasinya menimbulkan permasalahan paradigma.
Pertama paradigma yang menganggap bahwa implementasi ideologi pancasila disesuaikan dengan adat-istiadat, agama dan kepercayaan yang dianut oleh warga negara.
Hal ini dalam inplementasinya menimbulkan paradigma lain yaitu pertama paradigma yang beranggapan bahwa iMplementasi ideologi Pancasila disesuaikan dengan adat-istiadat, agama dan kepercayaan yang dianutnya tanpa menghiraukan negara Kesatuan Republik Indonesia.
Paradigma tersebut justru menciptakan perbedaan yang sangat mencolok sehingga memunculkan konflik dalam masyarakat.
Contoh ketika pemeluk suatu adat-istiadat atau agama atau kepercayaan memegang teguh ajaran adat-istiadat atau agama atau kepercayaannya dengan dokrin tertentu sehingga menganggap orang di luar lingkungannya adalah musuh, maka akan menimbulkan konflik dalam masyarakat.
Kedua, paradigama yang beranggapan bahwa Pancasila hanyalah sebuah nilai sehingga pada tataran pembentukan perudang-undangan atau kebijakan lainnya seperti penentuan demokrasi sesuai dengan keinginan rakyat atau media sosial.
Ketiga, paradigma yang menganggap bahwa imflementatasi ideologi Pancasila yang sesuai dengan adat-istiadat, agama dan kepercayaan yang dianutnya adalah dengan konsep keindonesiaan.
Paradigma tersebut menegaskan bahwa dalam menjalankan ajaran dan nilai-nilai yang ada dalam adat-istiadat istiadat, agama dan kepercayaan yang dianutnya haruslah berdasarkan negara kasatuan Republik Indonesia yang memiliki banyak keanekaragaman tetapi tetap satu yaitu konsep bhineka tunggal ika.
Oleh karena itu kedudukan Pancasila merupakan tolok ukur utama dalam pembentukan peraturan perundang-undangan ataupun penentuan demokrasi.
Dengan demikian jika seorang warga negara sudah menjalankan adat-istiadat, agama dan kepercayaan yang dianutnya, maka dengan sendirinya sudah menjalankan ideologi Pancasila.
Termasuk meletakkan ideologi Pancasila sebagai pedoman dalam pembentukan demokrasi berdasarkan tafsir Pancasila bukan tafsir masing-masing warga negara atau elit politik.
Paradigma Ketiga di atas dikatakan sebagai paradigma yang ideal.
Kedua paradigma yang menganggap bahwa implementasi ideologi Pancasila disesuaikan dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Hal tersebut telah dipraktekkan oleh rezim orde baru yang menciptakan pemerintahan otoriter dengan memanipulasi Pancasila.
Oleh karena itu, untuk menjadi Pancasila benar benar dapat diimplementasikan oleh setiap warga negara, maka paradigma terkait dengan Pancasila tersebut, mesti diluruskan terlebih dahulu.
Ideologi Pancasila juga dikenal dengan ideologi non operasional (Kaelan : 2004).
Maksud dari ideologi non operasional adalah ideologi Pancasila yang terdiri dari lima sila-pancasila tidak bisa langsung diterapkan tetapi masih membutuhkan perangkat-perangkat lainnya supaya menjadi ideologi operasional.
Perangkat-perangkat tersebut adalah pertama peraturan perundang-undangan, kedua pembuat peraturan perundang-undngan, ketiga pelaksana peraturan perundang-undangan dan keempat rakyat.
Dalam hal ini kesemuanya itu saling kait mengakait, bahkan tidak dapat terpisahkan.
Hal yang sangat menentukan pelaksanaan operasional ideologi Pancasila adalah peraturan perundang-undangan dan pembuat peraturan perundang-undangan.
Kedua hal tersebutlah yang dalam realitanya selalu menjadi permasalahan.
Pada konteks ini idealnya adalah pembuat peraturan perundang-undangan memiliki pemahaman nilai-nilai yang ada dalam ideologi pancasila.***
Dr,Arfa’i.SH.MH.
Dosen Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum, Universitas Jambi