Sumateradaily.com – HANYA tinggal 18 hari lagi menuju pemungutan suara Pilpres 2024. Tapi hasil terbaru berbagai lembaga survei menyiratkan belum ada pasangan calon yang berhasil menembus elektabilitas 50 persen. Bahkan pasangan yang paling vokal menyuarakan wacana Pilpres satu putaran, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, pun belum mencapai target itu.
Indikator Politik Indonesia mencatat tingkat elektabilitas Prabowo-Gibran sebesar 48,55 persen, sedangkan posisi kedua diisi oleh Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dengan elektabilitas 24,17 persen. Sementara itu, pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD berada di posisi ketiga dengan hanya 21,60 persen elektabilitas.
Survei terbaru dari Poltracking Indonesia juga menunjukkan gambaran yang serupa, dengan elektabilitas Prabowo-Gibran sekitar 46,7 persen, disusul oleh Anies-Muhaimin dengan 26,9 persen, dan Ganjar-Mahfud 20,6 persen.
Secara konstitusional, minimal salah satu paslon harus meraih suara 50+1 persen untuk menutup Pilpres dengan satu putaran. Tetapi melihat angka survei yang belum mencapai angka tersebut, wacana Pilpres 2024 dua putaran pun mulai mengemuka.
Dalam skenario dua putaran, mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, berpendapat, jika Anies-Muhaimin berhasil melaju ke putaran kedua melawan Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud, Ketua Umum PDIP, Megawati Sukarnoputri, mungkin lebih cenderung mendukung Anies daripada Prabowo atau Ganjar.
Bersatunya AMIN dengan Ganjar-Mahfud berpotensi membuat Prabowo-Gibran kalah di putaran kedua.
Terutama mengingat elektabilitas Prabowo yang masih belum jauh berbeda dengan hasil yang diperolehnya di Pilpres 2014 dan 2019.
Koalisi partai tampaknya belum memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan elektabilitas Prabowo, bahkan dukungan dari Jokowi pun tidak terlalu berpengaruh.
Tetapi, jika dua kekuatan tersebut bersatu, kemungkinan mereka bisa menggulingkan kekuasaan di putaran kedua.
Tentu saja, hal ini tergantung pada kemampuan mereka untuk menggerakkan dukungan akar rumput secara dominan.
Pendapat dari analis komunikasi politik Universitas Brawijaya, Verdy Firmantoro, menarik perhatian. Meskipun secara ideologis PDIP dan PKS berseberangan, AMIN dan Ganjar-Mahfud bisa bersatu karena memiliki kepentingan yang sama.
Dinamika politik belakangan ini menunjukkan bahwa PDIP sering mengkritik pasangan calon nomor urut 2. Megawati dalam pidatonya terus menyerukan untuk menjaga demokrasi.
Momentum politik tertentu memungkinkan penyatuan Anies dan Ganjar di putaran kedua. Mereka tampaknya memiliki musuh bersama yang harus dihadapi.
Penyatuan tersebut tampak lebih mungkin terjadi daripada dengan paslon nomor 02, yang sepertinya tidak memiliki hubungan yang kuat dengan Megawati secara historis.
Sumber: ihd/siberindo.co