Catatan M Nasir, Pengajar Berpikir kritis pada Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI)- PWI Pusat
BUKU yang masih gres dari percetakan ini menjadi buku pegangan bagi siapa saja yang ingin tahu Kalimantan Selatan (Kalsel). Membaca buku ini sama dengan bertamasya ke Kalsel.
Jangan hanya mengumbar khayalan bahwa Kalsel masih berupa hutan belantara dan semak belukar yang dihuni binatang liar dan buas. Lima abad silam, Kalsel sudah mencatat sejarah kehidupan masyarakatnya.
Di Kalsel sudah ada budaya ketahanan pangan sejak ratusan silam, ada kerja keras dan doa, dan ada pusat penyebaran bibit padi secara nasional. Semua ini memungkinkan Kalsel menjadi lumbung pangan baru.
Perkotaan juga sudah berkembang lama. Kawasan perkotaan dan jaringan jalan memadai. Gunung Apam dibangun menjadi Kota Banjarbaru (Halaman 40).
Kalau ingin tahu sesungguhnya Kalimantan Selatan baca lah buku ini. Buku ini membeberkan Kalimantan, khususnya daratan Kalsel, penduduknya, budayanya, dan sekaligus kekayaan alamnya.
Bahkan kesalehan orang Kalsel dalam beragama, ketaatan menjalani tradisi, mitos dan mistisisme yang masih kental menjadi kepercayaan sebagian penduduknya diungkap dalam buku ini (halaman 25).
Begitu pula keindahan alam dan lingkungannya sebagian diungkap dalam buku ini melalui foto-foto berwarna, serta digambarkan melalui diskripsi dan narasi yang kuat dan detil seakan-akan pembaca turut menelusuri tanah Borneo.
Dari sisi spiritualitas yang sudah mendunia, seperti Haul Abah Guru Sekumpul (halaman 88), dan cerita ulama-ulama tersohor dan indahnya mesjid terapung (halaman 158) juga menjadi bacaan yang menarik di buku ini.
Belum lagi bicara keindahan yang tertangkap rasa dan batin yang sulit diungkap, disampaikan dalam frase singkat, “kepingan surga” seperti dikatakan Gubernur Kalimantan Selatan H. Muhidin dalam kata pengantarnya (halaman IX).
Muhidin menyebut Kalsel bagaikan “kepingan surga” di Tanah Borneo yang dianugerahi oleh Allah SWT dengan kekayaan alam dan letak wilayah yang menguntungkan.
“Pertambangan, pertanian, perkebunan, perikanan, dan kelautan, semuanya tersedia di bumi Kalimantan Selatan. Hanya sedikit provinsi di negeri ini, yang potensi dan keunggulannya seperti Kalimantan Selatan,” tulis Muhidin membanggakan Kalsel.
Buku ini ditulis dengan gaya bertutur, feature yang tidak membosankan. Pembaca akan betah berlama-lama membaca buku ini. Seperti cerita tentang masyarakat Dayak Pitap, penjaga hutan sejati (halaman 25).
Buku ini ditulis oleh para penulis yang berlatar belakang wartawan. Begitu pula para editornya. Menulis gaya bertutur adalah keahlian mereka. Inilah kekuatan buku ini.
Kekurangan buku ini berukuran relatif lebar, 21,5 cm x 28 cm, sehingga sulit ditenteng kemana-mana. Buku ini cocok untuk disimpan sebagai koleksi dan referensi.
Sebagai buku selebrasi sudah seharusnya pada bagian halaman-halaman depan diisi kata pengantar oleh penanggung jawab acara dan panitia. Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch. Bangun selaku penanggung jawab HPN 2025, dan Raja Parlindungan Pane sekalu ketua panitia pelaksana, serta H. Muhidin Gubernur Kalsel mendapat tempat untuk memberi kata pengantar atas terbitnya buku ini.
Kata sambutan tentu tidak mengurangi bobot kualitas buku ini, bahkan menjadikan buku menjadi “resmi”. Kebenaran fakta-fakta dan data yang terkandung di dalamnya terbawa menjadi resmi. Semakin mantap.
Lalu bagaimana cara memiliki buku ini? Sementara buku ini belum dijual. Buku ini dibagikan gratis untuk tamu-tamu undangan Hari Pers Nasional (HPN) 9 Februari 2025 di Banjarmasin, Kalsel.
Tim Penulis:
A.R Loebis (Editor), Djunaedi Tjunti Agus (Editor), Eka Putra, Hery Farmansyah, Jamaluddin, Muhammad Syarafuddin, Zainal Mutaqien, Rizal Dafhi Rizki, Sheilla Farazela, Hani, Aya Sugianto, Jumain, dan Taty Mansyur (Sekretaris)
Cetakan pertama, Januari 2025,
Tebal: 176 Halaman
Penerbit:
PWI Pusat bekerja sama dengan Panitia Pelaksana Hari Pers Nasional 2025. Dicetak oleh Spirit Komunika Jakarta