Rafli Gulian Syah (*)
KITA semua tahu bahwa kepala sekolah mempunyai peran penting di sekolah. Sayangnya tidak semua kepala sekolah memainkan peran itu.
Tidak semua dari mereka yang hadir secara langsung melihat kondisi guru dan murid setidaknya menurut pengamatan awam saya sebagai anak desa. Banyak dari mereka yang hanya kelihatan saat upacara, kegiatan rutin mingguan dan ketika ada kunjungan dari dinas pendidikan.
Selain itu mereka jarang berkomunikasi secara langsung dengan warga sekolah. Mereka biasanya acapkali hanya duduk di ruang AC dan pintunya pun tidak pernah dibuka kalau urusannya tidak terlalu penting bagi kepala sekolah.
Dalam pandangan saya, sekolah bukan hanya menjadi ruang sekadar tanda tangan berkas dan rapat sana-sini.
Sekolah harusnya menjadi tempat interaksi sosial yang akan membentuk karakter disiplin, bertanggungjawab, jujur, etos kerja tinggi dan etika.
Hal itu dapat dilakukan ketika kepala sekolah turun langsung melihat kondisi kelas, siswa dan lingkungan dalam dan luar sekolah.
Selain itu, kemampuannya dalam mendengar keluhan guru yang ada di sekolah juga sangat penting dilakukan untuk memastikan semua yang telah direncanakan dalam visi misi sekolah tercapai.
Kepala sekolah wajib mengetahui kondisi terkini di lapangan. Mereka wajib melihat secara langsung dari pada hanya duduk-duduk santai di ruang kerja.
Yang membuat saya merasa heran adalah ketika kepala sekolah membahas perihal akreditasi lalu pada setiap upacara ia berpidato terkait dengan bagaimana seharusnya yang dilakukan untuk menjaga kebersihan, buang sampah, jangan coret-coret dinding dan lain sebagainya.
Namun kenyataannya adalah banyak siswa merasa tidak nyaman di sekolah. Hal itu karena fasilitas sekolah tidak terawat seperti kondisi ruang kelas yang panas, WC kotor, kursi dan meja rusak.
Menurut impian saya, seyogyanya kepala sekolah mengetahui apa saja permasalahan di sekolah yang ia pimpin. Sayangnya tidak semua kepala sekolah mampu menyelesaikan persoalan itu.
Padahal, dalam pengamatan saya, banyak guru yang memiliki ide brilian yang mampu diajak diskusi untuk menyelesaikan segala permasalahan sekolah dengan cara kreatif dan inovatif.
Sayangnya tidak semua kepala sekolah mampu memaksimalkan sumber daya yang ada di sekolah. Justru banyak guru yang tidak dilibatkan dalam pembangunan sekolah. Jika itu yang terjadi, maka saya menyebut hal itu dengan sebutan incompetent.
Ketidak berdayaan kepala sekolah dalam mengelola sumber daya dan dana sekolah merupakan awal mula penyebabnya.
Hal ini diperparah ketika masih banyak kepala sekolah merasa ketakutan ketika dana yang ia kelola habis untuk hal yang menurutnya tidak bermanfaat seperti membuat kegiatan/acara di sekolah.
Padahal, dana bantuan operasional sekolah itu harus dimanfaatkan sebesar mungkin untuk pengembangan dan peningkatan kapasitas siswa, guru dan seluruh warga sekolah.
Hanya saja dibutuhkan jiwa besar untuk mengelola dana tersebut. Jika permasalahannya adalah kekurangan dana, maka sumber lain bisa dipilih sebagai solusi.
Kepala sekolah sebagai nahkoda atau kapten kapal wajib memiliki kemampuan menyelesaikan masalah untuk memimpin dan membawa arah kapal menuju tujuan.
Untuk itu dibutuhkan berbagai keterampilan seperti kepemimpinan, manajerial, komunikasi, solutif, tegas, memahami inovasi pembelajaran, menguasai teknologi dan memiliki etika baik.
Hal itu semua menjadi modal dasar bagi seorang kepala sekolah. Memimpin institusi pendidikan tidak hanya mengurus nilai dan angka melainkan mengurus seluruh jiwa dan raga manusia yang ada di dalamnya termasuk segala permasalahan yang dilakukan siswa.
Siswa yang bermasalah hendaknya dibina. Beberapa kasus dalam pengamatan saya, masih terdapat siswa yang dikeluarkan dari sekolah tanpa solusi yang bijaksana. Hal itu semakin menambah citra buruk bagi seorang kepala sekolah.
Padahal, sebagai pimpinan tertinggi di sekolah, ia sebaiknya dapat memberikan solusi paling bijak. Solusi itu herus tertuang dalam peraturan yang sedemikian rupa agar dapat menjadi salah satu dari solusi itu. Sayangnya tidak semua kepala sekolah mampu menerima hal-hal di luar dari kebiasaan yang ada selama ini.
Kepala sekolah hari ini harus mulai menyadari bahwa dunia saat ini bergerak dan berubah dengan sangat cepat.
Dengan massifnya informasi yang mudah diperoleh dari berbagai platform digital, membuat cara atau metode pendidikan bahkan kepemimpinan seorang kepala sekolah berubah drastis.
Dunia yang dulu hanya mengandalkan kerja manual, saat ini sudah didukung dengan sistem digital yang serba cepat dan sistematis. Kepala sekolah harus dapat menyesuaikan cara kerjanya di era digital saat ini jika tidak ingin ditinggalkan bahkan tergantikan oleh kecanggihan teknologi hari ini.
Dunia yang dipenuhi dengan kemunculan berbagai Artificial Inteligence (AI) membuat cara kerja seorang kepala sekolah pun harus canggih.
Kecanggihan itu juga termasuk dalam canggih berpikir dan berjiwa besar. Sayangnya masih banyak kepala sekolah yang anti dengan perubahan dan perkembangan serba cepat hari ini. Mereka masih asyik dengan cara lama sambil menikmati ruangannya yang ber-AC itu. Mereka jauh dari perubahan yang mereka sendiri tuntut ke siswa dan guru untuk mengikuti perubahan abad ini.
Perubahan mindset yang besar merupakan harapan kita semua kepada kepala sekolah agar terjadi perbaikan yang berdampak besar pula bagi generasi mendatang.
Pandangan bahwa kepala sekolah merupakan superhero adalah hal yang keliru. Kerja kolaborasi sangat dibutuhkan di era serba cepat saat ini. Kepala sekolah, guru, siswa dan seluruh warga sekolah harus saling gotong-royong membangun sekolah agar melahirkan siswa dan generasi yang cemerlang menuju indonesia emas di masa mendatang.
Kepala sekolah juga berperan sebagai teladan bagi warga sekolah dan lingkungan sekitar. Kebiasaan mendengarkan keluhan atau masukan siswa, guru dan semua warga sekolah adalah dambaan kita semua kepada kepala sekolah hari ini.
Kepala sekolah akan disegani dan dihormati jika dapat melakukan hal itu. Mendengar suara-suara kecil yang ada merupakan ciri pemimpin yang hebat. Selamanya ia akan dikenang atas jasanya yang tidak bisa dilupakan.
Akhirnya saya bisa bermimpi suatu hari nanti tidak adalagi kepala sekolah yang hanya duduk di ruang berAC melainkan keberadaannya dapat berdampak bagi sekitar dan alam semesta. Amin.
(*) Rafli Gulian Syah adalah Mahasiswa PGMI, UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi