Oleh: Yulfi Alfikri Noer S.IP., M.AP
Tenaga Ahli Gubernur Bidang Tata Kelola Pemerintahan
TERLEPAS dari tujuan suatu partai politik atau kontestan individual, satu hal telah pasti. Mereka membutuhkan suara para pemilih agar bisa berkiprah di dalam dunia politik.
Untuk mencapai tujuan ini, mereka harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang pemilih mereka.
Tanpa pemahaman ini, mereka tidak akan diterima oleh masyarakat atau berhasil dalam politik. Oleh karena itu, suatu partai politik atau kontestan individual harus berusaha keras untuk memahami pemilih mereka, terutama dalam hal yang menyangkut perilaku pemilih sebagai konsumen politik.
Pemahaman yang baik tentang pemilih mencakup berbagai aspek, seperti isu-isu yang penting bagi mereka, nilai-nilai yang mereka anut, kekhawatiran mereka, serta harapan dan aspirasi.
Dengan pemahaman ini, partai politik atau kontestan dapat menyusun platform dan pesan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pemilih.
Hal ini juga membantu mereka untuk menjalankan kampanye yang efektif dan membangun hubungan yang kuat dengan pemilih, yang pada gilirannya dapat meningkatkan peluang mereka untuk memenangkan dukungan pemilih dalam pemilihan politik.
Jadi, pemahaman pemilih adalah kunci kesuksesan dalam dunia politik.
Kondisi multipartai dan peningkatan kesadaran akan perlunya persaingan yang sehat, bebas dari kolusi dan intervensi pemerintah, telah membawa partai-partai politik ke dalam kenyataan bahwa mereka harus bersaing secara langsung dengan pesaing mereka.
Menggunakan strategi pemasaran dalam politik (marketing politik) memiliki peran penting dalam aktivitas yang dilakukan oleh institusi politik.
Hal ini mencerminkan perubahan dalam dinamika politik modern yang tidak dapat diabaikan. Untuk berhasil dalam persaingan politik, diperlukan sesuatu yang lebih dan kemampuan untuk membedakan diri dari pesaing.
Menduduki posisi unik dalam suatu persaingan adalah tujuan utama dalam proses branding politik.
Partai politik harus merumuskan cara untuk mendefinisikan diri mereka sendiri dan membedakan diri dari partai politik lainnya.
Branding politik dan marketing politik adalah dua konsep yang saling terkait dalam upaya memengaruhi opini publik, memenangkan pemilihan, dan membangun citra pemimpin atau partai politik.
Marketing politik merujuk pada proses perencanaan, implementasi, dan manajemen strategi komunikasi politik yang bertujuan untuk memengaruhi pendapat publik, memperkuat citra kandidat atau partai politik, dan mendapatkan dukungan pemilih.
Orang atau tim yang bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas-tugas ini dalam konteks politik sering disebut sebagai konsultan politik.
Salah satu peran utama dari marketing politik adalah membantu kandidat atau partai politik untuk mengkomunikasikan visi, misi, dan rencana mereka kepada pemilih.
Ini melibatkan penggunaan berbagai media dan saluran komunikasi, seperti iklan televisi, media sosial, kampanye daring, dan pertemuan langsung dengan pemilih.
Dalam dunia digital, platform-media seperti Facebook, Twitter, Instagram, YouTube dan media social lainnya telah menjadi saluran penting untuk berkomunikasi dengan pemilih.
Partai politik harus aktif di platform ini, tidak hanya untuk menyampaikan pesan kampanye, tetapi juga untuk berinteraksi dengan pemilih, menjawab pertanyaan, dan merespons isu-isu yang berkembang.
Marketing politik juga membantu dalam membangun citra yang positif kandidat atau partai untuk mendapatkan kepercayaan pemilih. Tujuan partai politik dalam melakukan ini adalah untuk menciptakan sesuatu yang berbeda dan lebih menarik dibandingkan dengan partai politik pesaing dan mempengaruhi opini publik.
Berikut beberapa elemen utama dalam branding politik partai politik di Indonesia:
1. Ideologi dan Prinsip-Prinsip: Branding politik partai sering kali berdasarkan pada ideologi dan prinsip-prinsip yang dianut oleh partai tersebut. Ini mencakup pandangan politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang menjadi landasan partai.
Partai-partai di Indonesia memiliki beragam ideologi, mulai dari ideologi nasionalis, agama, demokratis, hingga sosialisme.
1. Ideologi dan Prinsip-Prinsip: Branding politik partai sering kali berdasarkan pada ideologi dan prinsip-prinsip yang dianut oleh partai tersebut. Ini mencakup pandangan politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang menjadi landasan partai.
Partai-partai di Indonesia memiliki beragam ideologi, mulai dari ideologi nasionalis, agama, demokratis, hingga sosialisme.
2. Program dan Kebijakan: Partai politik menggunakan branding politik untuk mengkomunikasikan program-program dan kebijakan yang mereka usung.
Ini mencakup rencana-rencana mereka untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat, seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lainnya.
3. Pemimpin dan Kepemimpinan: Citra pemimpin partai politik, seperti ketua partai atau calon presiden, gubernur,bupati/walikota juga merupakan bagian penting dalam branding politik. Pemimpin partai sering diidentifikasi dengan citra dan nilai-nilai partai.
Bagaimana pemimpin ini berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat juga mempengaruhi citra partai.
4. Simbol dan Logo: Logo partai politik adalah elemen visual yang sangat penting dalam branding politik. Logo ini sering mencerminkan nilai-nilai dan identitas partai.
5. Slogan dan Pesan: Slogan partai politik adalah kata-kata atau frasa singkat yang digunakan untuk menyampaikan pesan inti partai. Slogan ini dapat mencakup pesan-pesan penting atau tema-tema kampanye yang ingin disampaikan kepada pemilih.
6. Kampanye Politik: Kampanye politik adalah bagian integral dari branding politik partai. Ini mencakup aktivitas seperti iklan kampanye, pertemuan umum, debat, dan media sosial yang digunakan untuk mempromosikan partai dan kandidatnya.
7. Konsistensi dan Keberlanjutan: Penting bagi partai politik untuk menjaga konsistensi dalam branding politik mereka.
Ini berarti pesan dan citra yang disampaikan harus sesuai dengan prinsip-prinsip dan program partai.
Keberlanjutan branding politik juga penting untuk mempertahankan dan memperkuat citra partai di mata pemilih. Branding politik dapat memiliki dampak yang signifikan pada hasil pemilihan atau kebijakan politik.
Berikut adalah beberapa contoh yang menunjukkan bagaimana branding politik memainkan peran penting dalam dunia politik:
1. Kampanye Barack Obama pada 2008 dan 2012:
Branding: Barack Obama berhasil membangun branding yang kuat sebagai “agen perubahan” dan sebagai figur yang mengusung pesan kesatuan. Ia menggunakan slogan “Yes We Can” yang menjadi sangat ikonik.
o Dampak: Branding Obama membantunya meraih dukungan yang kuat dari pemilih yang mencari perubahan dan merasa terhubung dengan pesannya. Ia memenangkan pemilihan presiden pada tahun 2008 dan berhasil mempertahankan jabatan pada tahun 2012.
2. Kampanye Jokowi-Ma’ruf Amin dalam Pemilihan Presiden Indonesia 2019:
o Branding: Pasangan calon ini membangun citra Joko Widodo (Jokowi) sebagai sosok yang bekerja keras, dengan program pembangunan infrastruktur yang sukses. Mereka juga menyoroti rekam jejak Ma’ruf Amin sebagai tokoh agama.
o Dampak: Melalui branding ini, kampanye berhasil meyakinkan pemilih tentang kemampuan Jokowi untuk melanjutkan pembangunan dan memenangkan pemilihan presiden pada tahun 2019.
3. Kampanye Donald Trump dalam Pemilihan Presiden AS 2016:
o Branding: Donald Trump berhasil membangun citra sebagai “pemberontak” yang berbicara secara langsung dan tegas kepada pemilih. Ia menggunakan slogan “Make America Great Again” yang menjadi sangat dikenal.
o Dampak: Branding Trump membantunya memenangkan pemilihan presiden dengan memikat pemilih yang merasa diabaikan oleh politisi konvensional dan yang ingin melihat perubahan besar dalam pemerintahan.
4. Kampanye pasangan Haris-Sani waktu kampanye Pemilihan Gubernur Jambi Tahun 2020
o Branding: Sentuhan khasnya yang bersahaja dalam gestur dan bahasa yang mencerminkan “dusun” atau kesederhanaan menjadi salah satu faktor yang membuatnya begitu dekat dengan hati rakyat begitupun dengan pasangannya. Abdullah Sani dikenal sebagai mantan Wakil Wali Kota Jambi dan juga seorang ustadz, yang mengindikasikan bahwa dia memiliki pengalaman dalam pemerintahan lokal dan memiliki pengetahuan agama yang dalam. Abdullah Sani digambarkan sebagai sosok yang rendah hati dan merakyat. kemiripan karakter Abdullah Sani dengan Al Haris, yang merupakan Bupati Merangin dua periode. Kemiripan ini digunakan untuk menunjukkan kontinuitas kepemimpinan dan nilai-nilai yang dipegang oleh pasangan tersebut.
o Dampak: Dengan berbicara dalam bahasa yang akrab dan mengadopsi gaya berkomunikasi yang mudah dipahami oleh rakyat, Wo Haris dan Pak Dul (panggilan akrab Abdullah Sani) berhasil menciptakan ikatan emosional yang kuat dengan pemilihnya. Ini bisa membuatnya terasa lebih dekat dan lebih terhubung dengan rakyat, menjadikan citranya sebagai pemimpin yang peduli dan mendengarkan kebutuhan mereka.
Dalam setiap kasus, pesan dan citra yang dibangun melalui branding politik berperan penting dalam membentuk persepsi pemilih dan membantu calon atau partai politik meraih dukungan yang mereka butuhkan.
Ini menunjukkan bagaimana branding politik yang kuat dan efektif dapat memengaruhi cara pemilih memandang seorang kandidat atau isu politik tertentu dalam menghasilkan hasil pemilihan atau membentuk arah kebijakan politik.
Keunggulan citra positif ini sering kali disebut sebagai “brand equity,” yang mengacu pada nilai suatu merek berdasarkan tingkat loyalitas pemilih, kesadaran publik, persepsi kualitas, dan citra partai politik yang melekat pada merek tersebut.
Dengan mengembangkan dan merawat brand equity yang kuat, partai politik dapat memperkuat hubungannya dengan pemilih, menginspirasi dukungan yang lebih besar, dan memenangkan persaingan politik.
Dalam dunia politik yang semakin kompetitif, brand equity yang kuat dapat menjadi aset yang sangat berharga dalam mencapai tujuan politik dan meraih sukses dalam pemilihan.
Berikut beberapa contoh keunggulan citra positif atau “brand equity” yang dapat ditemukan dalam konteks partai politik di Indonesia:
1. Golkar (Partai Golongan Karya):
o Keunggulan Citra Sejarah: Golkar memiliki sejarah yang panjang sebagai partai pendukung rezim Orde Baru, yang dihubungkan dengan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi pada masa tersebut.
o Dukungan dari Ormas: Golkar memiliki dukungan dari berbagai organisasi massa (ormas) yang memiliki jaringan luas di seluruh Indonesia.
2. PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan):
o Citra sebagai Partai Pembebasan: PDIP seringkali diidentifikasi dengan perjuangan melawan rezim Orde Baru dan peran Megawati Soekarnoputri dalam memimpin partai ini sebagai ikon perjuangan.
o Dukungan dari Kelompok Buruh dan Petani: PDIP memiliki basis pemilih yang kuat di kalangan buruh dan petani, yang merasa diwakili oleh partai ini. Basis pemilih PDIP yang kuat di kalangan buruh dan petani membuat partai ini sering kali disebut sebagai “Partai Wong Cilik”. Dalam hal ini, “Wong Cilik” mengacu pada kelompok sosial yang kurang berdaya dan ekonomi.
3. PKB (Partai Kebangkitan Bangsa):
o Identitas Islam Moderat: PKB dikenal sebagai partai yang mewakili Islam moderat dan berusaha mempromosikan dialog antaragama serta toleransi.
o Dukungan dari Kalangan Nahdlatul Ulama (NU): PKB adalah partai yang terkait erat dengan NU, organisasi Islam terbesar di Indonesia, sehingga mendapat dukungan kuat dari kalangan NU.
4. Gerindra (Partai Gerakan Indonesia Raya):
o Citra sebagai Partai Oposisi: Gerindra seringkali dilihat sebagai partai yang kritis terhadap pemerintah, sehingga menarik pemilih yang ingin melihat suara oposisi di parlemen.
o Kepemimpinan Prabowo Subianto: Prabowo Subianto, ketua partai ini, memiliki citra sebagai tokoh kuat dalam politik Indonesia.
5. PAN (Partai Amanat Nasional):
o Identitas Islam Konservatif: PAN mewakili Islam yang lebih konservatif dan mendukung penerapan syariah dalam beberapa aspek kehidupan.
o Pengaruh dalam Koalisi: PAN sering menjadi bagian dari koalisi politik yang berkuasa di tingkat nasional.
Dalam dunia politik modern, citra dan branding bukan hanya tentang simbolisme visual seperti logo atau warna partai politik.
Ini juga mencakup pesan-pesan yang disampaikan oleh partai politik, integritas dalam tindakan mereka, dan hubungan yang mereka bangun dengan pemilih dan masyarakat.
Partai politik dapat membangun brand equity yang kuat dengan menjaga konsistensi antara pesan yang disampaikan di dalam dan di luar kampanye, serta dengan bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang mereka sampaikan kepada pemilih tetapi juga dalam pembentukan kebijakan public dan tindakan politik Kepemimpinan yang efektif dan implementasi kebijakan yang baik adalah kunci untuk mempertahankan dan memperkuat brand equity dalam jangka panjang untuk menciptakan perubahan positif dalam tatanan politik secara keseluruhan.
Dengan demikian, kita dapat menyaksikan perkembangan yang lebih baik dalam dunia politik yang membawa dampak positif bagi masyarakat dan negara secara keseluruhan.***