banner 728x250
OPINI  

Tabayyun lah

CREATOR: gd-jpeg v1.0 (using IJG JPEG v62), quality = 90
banner 120x600
banner 468x60

Catatan Hendry Ch Bangun
Ketum PWI Pusat

SALAH satu dasar untuk menentukan seorang wartawan bermutu atau tidak adalah ada tidaknya proses cek dan ricek, konfirmasi, klarifikasi, ketika dia menyajikan fakta dalam tulisannya.

banner 325x300

Kalau hanya menyajikan begitu saja apalagi fakta itu bisa merugikan seseorang, sama saja dengan dia melontarkan kotoran ke tengah, yang nanti bisa terciprat ke mukanya sendiri.

Tulisan jenis itu menunjukkan level dia sebagai wartawan.

Begitulah pikiran saya ketika membaca tulisan seseorang bernama Supriyanto Martosuwito di grup WA SIWO PWI Jaya yang ternyata diforward rekan Barce.

Saya tidak kenal dia. Tetapi setelah saya tanya ke kanan kiri ternyata beliau adalah Dimas Supriyanto yang di KTP bernama Supriyanto. Pernah bekerja di sebuah media Jakarta dan juga di Bulletin Sinetron RCI dan menyebut Ilham Bintang sebagai “boss saya”. Karena itu penyataan dia sendiri, saya tidak merasa perlu untuk cek dan ricek.

Judul tulisannya “Wartawan Itu Tempatnya Salah, Ralat lah yang Memuliakannya.”

Setiap orang berhak membuat judul, sejauh itu relevan dengan isi tulisannya, oke saja. Bagus. Ralat sungguh penting. Saya setuju sekali.

Saya baca di HP karena ketika itu saya sedang naik TransJakarta dari Tanah Abang menuju Kantor PWI Pusat di Gedung Dewan Pers di Jalan Kebon Sirih.

Sedikit demi sedikit saya menemukan banyak sekali kesalahan dalam fakta yang dia sampaikan dan harus saya perbaiki, untuk meluruskan. Agar masyarakat yang membaca tahu duduk persoalan. Agar tidak terjadi fitnah. Sebab fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan demikian diyakini dalam agama saya, Islam.

Dimulai dari ringan-ringan dulu. Disana disebutkan Hendry Ch Bangun kini sendirian di Gedung PWI. Saya tertawa saja.

Saat masuk kantor sudah ada beberapa pengurus yang hadir, bahkan di ruang rapat senior Artini, mantan wartawan Antara dan kini pengajar di LSPR, sedang memimpin rapat Hadiah Adinegoro yang diikuti lebih dari 10 orang. Ditambah lagi sekretariat yang kalau semua hadir jumlahnya 10 orang.

Mulai saya berpikir, beliau ini wartawan atau penghayal? Kantor PWI Pusat sejak saya menjadi Ketua Umum selalu “ramai” karena banyaknya program kerja PWI sehingga selalu terjadi rapat dengan tujuan kegiatan berlangsung baik.

Sampai pekan ini sudah 20 kali diadakan Uji Kompetensi Wartawan di 20 provinsi, sudah 4 kali diadakan Sekolah Jurnalisme Indonesia di 4 provinisi, rencana kegiatan Satgas Anti Hoax, rencana diskusi LKBPH, termasuk Hadiah Adinegoro. Bahkan kadang teman-teman bekerja melewati batas jam kerja.

Lalu beliau menyusun kronologis yang entah dikutipnya dari siapa, meski saya sudah menduga siapa narasumbernya.

Dia membuat skenario pertemuan Pengurus PWI Pusat, yang saya pimpin, dengan membuat tulisan fiktif karena tidak sesuai fakta.

Audiensi dilakukan pada 7 November 2023 usai kongres, setelah susunan Pengurus PWI Pusat terbentuk, ditulisnya “Silang sengkarut masalah di PWI Pusat dimulai Ketika menjelang kongres, November 2023 lalu, para Pengurus PWI Pusat diprakarsai oleh Timbo Siahaan (JakTV).

Di depan Presiden Uni Z Lubis (IDN Times) mewakili PWI Pusat minta bantuan dana kepada Presiden Jokowi untuk biaya pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan di 10 provinsi agar para wartawan lebih kompeten, idependen, dan paten…” Waktunya salah, momennya salah, yang menyampaikan permintaan programnya juga salah. Aduh Bro, banyak sekali ralat yang harus Anda lakukan.

***

Padahal sayalah yang berbicara kepada Presiden Joko Widodo dan meminta agar program kerja PWI Pusat yang bertujuan meningkatkan kompetensi, kapasitas, dan wawasan kebangsaan anggota PWI.

Saya tahu apa programnya, karena saya selama 10 tahun menjadi Sekjen saat Ketua Umum Pusat dijabat Margino (almarhum). Saya menyebutkan begini, “Bapak Presiden dulu anggota PWI mendapatkan bantuan uji kompetensi gratis di 34 provinsi dan cabang khusus Solo karena dibantu Bank Mandiri dan Bank BNI. Saya mohon agar PWI dibantu karena teman-teman di PWI Provinisi banyak tidak mampu menyenggarakan UKW. Tapi sekarang cabangnya sudah 38 provinsi, ditambah Solo menjadi 39.”

Kemudian Presiden menyuruh ajudan menelpon ke Menteri BUMN Erick Thohir. Presiden menyebutkan,”Di hadapan saya ada Pengurus PWI. Mereka dulu dibantu untuk uji kompetensi. Tolong dibantu.” Saya tidak mendengar persis jawaban di balik sana saat Presiden menelpon. Saya mengucapkan terima kasih.

Lalu menyambung,” Kami dulu dibantu Kementerian Pendidikan Kebudayaan dalam program Sekolah Jurnalisme Indonesia di beberapa provinsi. Ada beberapa ratus orang yang mendapat pelatihan yang sangat bermanfaat. Kami mohon dibantu Pak,” lalu Presiden meminta agar ajudan menelpon ke Menteri Nadiem Makarim.

Di kesempatan pertama, telpon tidak tersambung. Lalu Presiden melanjutkan pembicaraan, saya lupa apa. Tetapi sekitar dua menit kemudian telpon ajudan berbunyi. Lalu Presiden menyampaikan perihal bantuan Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Ristek.

Lalu saya mengucapkan terima kasih. Tetapi masih ada satu permintaan yang saya sampaikan.

Soal Pembangunan Grha Pers Pancasila di kantor PWI Yogyakarta, di Jalan Gambiran. Saya mengatakan, dulu usulan itu pernah disampaikan dan disetujui Gubernur Sri Sultan Hamengkubuwono, bahkan dibuat sketsa Gedung dan diseutujui biayanya sebesar Rp 21 milyar. Tetapi batal dibangun karena ada Covid. Presiden meminta PWI Pusat berkomunikasi dengan Gubernur DI Yogyakarta. Apabila tidak ada anggaran di Pemerintah Provinsi DIY, pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian PU PR akan menyokong pembangunan Grha Pers Pancasila, di kota Yogyakarta.

Luar biasa bagi saya atensi Kepala Negara, yang secara pribadi tidak mengenal saya tetapi memiliki sikap begitu positif terhadap organisasi PWI.

Saya sangat terharu. Saya menyampaikan, “Terima kasih, Bapak Presiden, karena telah begitu banyak membantu PWI.” Presiden hanya senyum saja menanggapi ungkapan rasa terima kasih saya.

Setelah itu saya memberi kesempatan kepada para pengurus PWI Pusat untuk bertanya kepada Presiden Joko Widodo, barangkali ada yang ingin disampaikan selain apa yang sudah saya uraikan di atas. Saat itu ada beberapa pengurus yang nimbrung berbicara.

Saya berterima kasih kepada para senior yang membantu dengan lobi-lobi hingga terjadinya audiensi pada 7 November 2024 itu sebagai tanggapan atas permohonan yang diajukan sejak bulan bulan Oktober 2023, tidak lama setelah susunan pengurus PWI Pusat terbentuk.

***

Khusus terkait bantuan dari Kementerian BUMN untuk program kerja di seluruh provinsi, PWI Pusat kemudian membuat proposal, agar bisa dibiayai dengan CSR dan dilaksanakan.

Tetapi pada faktanya yang terjadi adalah pengikatan kerjasama sponsorship antara PWI Pusat dan Forum Humas BUMN, untuk 10 provinsi dengan anggaran sebesar Rp 6 milyar. PWI Pusat mempunyai kewajiban dan hak, begitu pula FH BUMN sebagai penyedia biaya yang akan diberikan dalam beberapa tahap.

PWI Pusat sudah membuat laporan pelaksanaan UKW di 10 provinsi, lengkap dengan lampiran seperti berita kegiatan (minimal di 50) media, foto, video, spanduk kegiatan, berikut laporan keuangan di setiap kegiatann. Diterima baik oleh pihak FH BUMN.

Bahkan kemudian sisa anggaran (dari Rp 4,6 Milyar yang baru diserahkan ke PWI Pusat) yang terlah menjadi hak PWI, telah digunakan untuk UKW di 10 provinsi berikutnya, plus pelaksanaan Sekolah Jurnalisme Indonesia di Bandung karena bantuan dari Kemendikbudristek belum terealisasi.

PWI Pusat juga masih memiliki piutang di FH BUMN sebesar Rp 1,4 milyar, yang apabila cair diperhitungkan dapat membiayai kegiatan di 10 provinsi lagi.

Tentang marketing fee dan cashback, Dewan Kehormatan PWI Pusat, sudah mengatakan tidak ada penyelewengan dana, yang ada adalah kesalahan administratif, sebagaimana dinyatakan Ketua DK Sasongko Tedjo seusai rapat pleno diperluas bulan Juli lalu.

Pengelolaan keuangan Kerjasama PWI Pusat dengan FH BUMN juga sudah diaudit Kantor Akuntan Publik Haryo Tienmar dan dinyatakan tidak ada penyimpangan yang material dan signifikan.

Bahwa ada dana yang sempat dikeluarkan ke pihak luar dan lalu dikembalikan, itu bentuk kepatuhan pengurus PWI Pusat kepada Dewan Kehormatan PWI Pusat.

Isi tulisan Supriyanto Martosuwita berikutnya, lebih banyak karangan dan tidak sesuai fakta. Sudah jelas tidak ada penyelewengan, tidak ada korupsi, semua ada dasarnya berupa SK PWI Pusat yang mengatur soal SK Insentif dan Cashback, yang kalau diminta akan kami sediakan salinannya agar tahu masalah sebenarnya.

Juga misalnya soal laporan polisi yang dibuat Sekjen PWI Pusat Sayid Iskandaryah, karena dia sudah memberikan somasi ke Dewan Kehormatan. Baca dulu deh sebelum menulis. Lihat fakta dan dokomen daripada keliru dan ralat serta ralat lagi nanti.

Cara Supriyanto menulis profil Ilham Bintang dan Wina Armada juga tidak akurat, silakan cari sendiri deh kesalahannya.

Saya seumuran dengan Wina Armada, aneh saja kalau disebut Wina penyusun Undang-Undang Pokok Pers. Bahwa dia berkontribusi pendapat dalam pembentukan UU Pers No.40/1999 lebih masuk akal.

Kemudian soal pemberhentian saya sebagai anggota PWI, saya anjurkan Supriyanto alias Dimas untuk membaca PD PRT PWI baik-baik.

Dewan Kehormatan hanya menetapkan dan merekomendasi, dan yang hanya dapat mengeksekusi adalah Ketua Umum PWI Pusat. Apalagi PWI Jaya, mereka hanya meneruskan rekomendasi dari Dewan Kehormatan Provinsi PWI DKI (yang tidak ada), lalu meneruskan untuk dibahas di Dewan Kehormatan PWI Pusat. Lalu diteruskan ke Ketua Umum PWI Pusat untuk dilaksanakan. Ayo berikan bukti bahwa semua itu terjadi. Tidak ada.

Contoh mandulnya Dewan Kehormatan PWI Pusat terpampang jelas di Kongres PWI 2023.

Zulkifli Gani Ottoh yang dipecat SK yang ditandatangani Ilham Bintang dan Sasongko Tedjo, tidak ada gregetnya, hanya teori di atas kertas.

Ketua Umum PWI Pusat 2018-2023 cuek saja, tidak menaggapinya. Atal malah menjadikan Zulkifli Gani Ottoh sebagai Ketua Steering Committee Kongres, yang menghasilkan Ketua Umum PWI Pusat periode 2023-2028, PD PRT, KPW, yang kini menjadi acuan dalam berorganisasi di PWI.

Keputusan Dewan Kehormatan PWI Pusat tidak akan menjadi apa-apa kalau tidak dieksekusi oleh Ketua Umum PWI Pusat yang dipilih dalam kongres. Mungkin ada yang pura-pura lupa atau tidak tahu.

***

Saya bekerja di Kompas selama 34 tahun, menjadi anggota Dewan Pers selama 6 tahun (2 periode), dan menjadi Sekjen PWI Pusat selama 10 tahun (2 periode).

Silakan cek reputasi saya selama bekerja di kantor lama dan di organisasi. Sampai-sampai dicek keuangan saya, rumah saya, mobil saya, dikira saya cari makan di PWI Pusat.

Padahal sayalah yang memutuskan bahwa Pengurus PWI Pusat periode 2023-2028 tidak boleh lagi mendapat gaji seperti sebelumnya.

Menjadi pengurus harus sukarela. Kalau mau cari duit jangan menjadi pengurus PWI.

Saya hanya berdoa semoga Supriyanto Martosuwito meminta maaf kepada dirinya sendiri. Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Bertobat selama masih ada waktu.

Jakarta, 7 Agustus 2024.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *