Oleh: Yulfi Alfikri Noer S.IP.,M.AP
Tenaga Ahli Gubernur Bidang Sumber Daya Manusia
Abusive ad hominem” adalah salah satu jenis serangan pribadi dalam argumen.
Istilah “ad hominem” berasal dari bahasa Latin yang berarti “terhadap orangnya”.
Dalam konteks logika dan debat, serangan ad hominem adalah ketika seseorang menyerang karakter atau sifat pribadi lawan bicaranya alih-alih membahas argumen atau fakta yang disampaikan.
Ini bukanlah cara yang valid untuk mendiskreditkan seseorang, karena tidak berhubungan langsung dengan kebenaran atau validitas argumen tersebut.
Dalam pilkada, “abusive ad hominem” sering digunakan oleh kandidat atau pendukung mereka untuk mendiskreditkan lawan politik.
Serangan ini tidak berfokus pada kebijakan atau program kerja yang diusulkan oleh lawan, melainkan pada karakter pribadi atau aspek lain yang tidak relevan dengan kompetensi mereka sebagai pemimpin.
Hal ini dilakukan untuk mengalihkan perhatian pemilih dari isu-isu substansial dan merusak citra lawan politik secara personal.
Pada saat yang sama, ketika pengamat atau pendukung tidak memiliki argumen yang kuat atau fakta yang mendukung posisi mereka, mereka beralih ke serangan pribadi sebagai upaya terakhir untuk melemahkan posisi lawan. Ini mencerminkan kurangnya substansi dalam argumen mereka sendiri.
Abusive ad hominem yang dilakukan oleh pengamat dan pendukung suatu calon sering kali bukan hanya merupakan bentuk ketakutan akan calon yang lain, tetapi juga bisa menjadi strategi untuk mempengaruhi opini publik dengan cara yang tidak selalu terkait dengan substansi politik atau kapasitas kepemimpinan calon tersebut.
Ini dapat mencerminkan ketegangan politik yang tinggi di mana para pendukung cenderung menggunakan serangan pribadi sebagai alat untuk menyerang lawan politik mereka secara emosional atau untuk mengalihkan perhatian dari isu-isu utama.
Selain itu, ada juga kemungkinan bahwa serangan ini mencerminkan keinginan untuk memperkuat posisi calon yang didukung dengan menurunkan citra atau reputasi calon lainnya dalam persepsi publik.
Serangan pribadi seringkali dilakukan karena lebih mudah daripada mengatasi argumen lawan secara langsung.
Dengan menyerang karakter atau motivasi lawan, pengamat atau pendukung berharap untuk merusak kredibilitas mereka dan mengalihkan perhatian dari kelemahan dalam argumen mereka sendiri.
Taktik ini tidak hanya tidak efektif dalam mendukung pandangan mereka, tetapi juga berpotensi merusak kualitas diskusi secara keseluruhan.
Contoh “abusive ad hominem” dalam pilkada dapat berupa serangan terhadap latar belakang pribadi, sejarah keluarga, atau bahkan penampilan fisik seorang kandidat.
Misalnya, seorang kandidat bisa diserang karena keputusan pribadinya yang tidak ada kaitannya dengan kemampuannya untuk memimpin, seperti kehidupan rumah tangganya atau pilihan gaya hidupnya.
Tujuan dari serangan ini adalah untuk menanamkan keraguan dan ketidakpercayaan di kalangan pemilih tanpa memberikan alasan yang relevan dengan kapasitas kandidat sebagai pemimpin.
Sementara itu, kutipan Margaret Thatcher, “Saya selalu senang ketika orang menyerang saya secara personal, karena itu artinya mereka sudah tidak punya argumen politis lagi,” memiliki hubungan yang erat dengan konsep “abusive ad hominem”.
Margaret Thatcher, yang dikenal sebagai The Iron Lady, sering menghadapi berbagai kritik dan serangan, baik dari lawan politik maupun publik.
Dalam kutipan ini, Thatcher menyiratkan bahwa serangan pribadi yang diterimanya menunjukkan kelemahan dari lawan-lawannya.
Thatcher menyadari bahwa serangan pribadi sering digunakan oleh mereka yang tidak mampu membantah argumen atau kebijakan yang diusulkannya dengan logis dan faktual.
Ketika seseorang beralih ke serangan “abusive ad hominem,” mereka menyerang karakter atau aspek pribadi lawan mereka, bukan argumen substantif yang diajukan.
Dalam hal ini, Thatcher melihat bahwa ketika lawan politiknya beralih ke serangan pribadi, itu berarti mereka telah kehabisan argumen politis yang kuat.
Ini mencerminkan inti dari “abusive ad hominem,” di mana serangan terhadap karakter pribadi menunjukkan ketidakmampuan untuk menangani argumen yang diajukan secara logis.
Dalam konteks logika dan debat, “abusive ad hominem” adalah salah satu bentuk serangan pribadi yang tidak valid.
Istilah ini merujuk pada ketika seseorang menyerang karakter atau sifat pribadi lawan bicaranya sebagai gantinya untuk membahas argumen atau fakta yang disampaikan.
Praktik ini sering digunakan dalam politik, terutama dalam pilkada, di mana serangan semacam ini bertujuan untuk mengalihkan perhatian dari isu-isu substansial dan merusak citra lawan politik secara personal.
Namun, penggunaan “abusive ad hominem” tidak hanya tidak efektif dalam mendukung pandangan mereka, tetapi juga dapat merusak kualitas diskusi secara keseluruhan.
Untuk mendorong debat yang sehat dan bermutu, penting untuk tetap fokus pada isu-isu substantif dan mempertahankan diskusi yang rasional serta berbasis fakta dan data adalah tanda kedewasaan intelektual dan integritas.***